Motivasi Menulis

Ulasan: Mengulas Pom Poko (1994) Melalui Pandangan Ekokritik


 

Hubungan antara karya sastra dan lingkungan dapat ditinjau melalui kacamata ekokritik. Teori ini meyakini bahwa kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini adalah hasil dari sikap antroposentris manusia terhadap alam yang dieksploitasi atas nama keberlangsungan kehidupan.

   Pom Poko merupakan film dari Studio Ghibli yang kental dengan isu lingkungan, di rilis pada 1994, Isao Takahata berusaha mengkritik pembangunan masif yang terjadi di Jepang pada tahun 1960an.

Pembangunan ini nampaknya tidak menghindahkan unsur ekologi serta juga mengganggu keseimbangan kehidupan; gunung dikeruk, pohon ditebang dan sungai dicemari. Tanuki hadir dalam cerita ini sebagai simbol perlawanan terhadap sikap antroposentris manusia dalam menyokong moderenisme.

 

Kritik-kritik terhadap degradasi lingkungan ini disampaikan oleh Tanuki melalui perubahan wujudnya menjadi berbagai macam objek, mereka bisa berubah menjadi manusia, jadi patung bahkan jadi mahluk menegerikan sekalipun. Dalam penyampaian kritiknya Takuni terbelah menjadi dua pihak dengan dua cara yang berbeda, melukai manusia dan yang satu lagi hanya menakut-nakutinya.


Gonta yang murka muncul sebagai pelopor kekerasan terhadap manusia, ia sudah tak tahan lagi dengan keserakahan manusia, ia muncul langsung untuk mencelakai manusia dengan perubahan wujudnya menjadi beberapa hal seperti pohon tumbang dan jembatan runtuh. Ada juga kalanya ketika mereka melancarkan operasi kekerasan melawan polisi dan warga dengan bertarung melawan mereka menggunakan ‘biji’ raksasa mereka.

 

Para Tanuki lain yang tak sejalan dengan Gonta memilih cara menakut-nakutinya melalui perubahan wujud menjadi hal-hal yang mengerikan dalam operasi hantu, mereka turun ke jalan mengadakan pesta hantu dengan perwujudan menyeramkan seperti naga, kereta, monster budha, dll.



Namun semua itu gagal, Gonta dan pasukannya tewas dalam operasi kekerasan, para Tanuki yang tak bisa berubah wujud sebagian sudah hengkang ke surga dengan kapal ajaib. Yang tersisa melakukan pesan terakhir dengan muncul ke awak media serta dan juga memberikan ilusi alam di perumahan Tama.


Ketuk gambar untuk melihat, gatau kenapa bloggernya ngebug pas ngeupload gambar ini.



Proyek pembangunan itu tak pernah terhentikan, upaya kritik dan protes para Tanuki tidak membuahkan hasil; manusia dengan segala keangkuhannya mengabaikan lingkungan serta juga gejala alam lewat Tanuki dengan segala ilusinya.

 



Pada akhirnya Tanuki harus kalah, tenggelam pada permainan manusia; mereka bertahan hidup dengan berubah sebagai manusia— kehilangan identitas, menyedihkan. sementara yang tak bisa berubah wujud hidup di pinggiran kota dan di taman hasil penyampaian pesan pada media.         

Ekokritik Antroposentris yang direpresentasikan dalam film Pom Poko berupa degradasi lingkungan akibat pembangunan pemukiman di Kawasan alam—gunung, sawah, hutan, sungai yang menyebabkan gunung habis, hutan gundul, polusi, tanah longsor, ancaman terhadap hewan dan lain sebagainya yang diakibatkan sikap antroposentris manusia. Hal ini sekiranya membawa pesan bagi kita untuk tak lupa dengan alam— dengan apa yang seharusnya kita jaga sebelum alam itu sendiri menyudahi peradaban kita.




Ulasan ini ditulis oleh Muhammad Nadhif Nur Dhia, mahasiswa Sastra Inggris UIN Bandung semester 7.
Labels: Review Film

Thanks for reading Ulasan: Mengulas Pom Poko (1994) Melalui Pandangan Ekokritik. Please share...!

0 Komentar untuk "Ulasan: Mengulas Pom Poko (1994) Melalui Pandangan Ekokritik"

Back To Top