Buku fenomenal karya Ahmad Tohari ini sangat fenomenal dari zaman ke zaman, meskipun pada masa orde baru buku ini menjadi salah satu buku yang dilarang untuk tersebar, karena konten di dalamnya yang menyinggung hal-hal yang berbau komunis. Masa orde baru memang masa yang paling keras dalam melawan komunisme. Buku Ronggeng Dukuh Paruk merupakan penyatuan trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dinihari, dan Jantera Bianglala, dengan memasukkan kembali bagian-bagian yang tersensor selama 22 tahun lamanya. Ahmad Tohari berhasil menceritakan Dukuh Paruk menjadi pedukuhan yang kecil, miskin, terpencil, dan bersahaja bagi masyarakatnya. Jika saya ada di Banyumas saat membaca buku itu, mungkin saya akan merasakan dengan betul bagaimana Dukuh Paruk ini tenang dan bersahaja di balik bukit dan pesawahan di pinggir-pinggirnya.
Buku Ronggeng Dukuh paruk menceritakan tentang kisah masa kecil sampai dewasanya seorang ronggeng yang bernama Srintil. Dukuh Paruk terkenal sebagai pedukuhan yang didalamnya terdapat ronggeng, namun pada waktu itu ronggeng yang pertama telah meninggal dan hampir 12 tahun lamanya Dukuh Paruk menjadi pedukuhan yang sepi dan tak berkembang. Sehingga perlu menunggu selama itu untuk menemukan ronggeng baru, yakni Srintil. Seorang anak kecil cantik dan luwes ini sedari kecil memang senang dengan menari, bahkan oleh teman-teman masa kecilnya seringkali menjadi guyonan.
Sejarah Dukuh Paruk adalah sejarah kelam tentang kebodohan dan kemiskinan, waktu itu hampir seluruh masyarakat Dukuh Paruk banyak yang meninggal karena memakan tempe bongkrek. Salah satunya adalah orang tua Srintil, mereka keracunan oleh tempe bongkrek yang mereka buat sendiri . Hal itu yang menyebabkan cerita kelam Dukuh Paruk selalu dihindari oleh masyarakatnya sendiri,karena di pedukuhan itu terdapat makam yang meraka agung-agungkan sebagai pusat alasan dari segala hal yang terjadi di sana, yakni makam Ki Secamanggala.
Srintil yang mulai suka menari sejak kecil, sudah diamati oleh kakeknya, Sakarya, bahwa cucu perempuannya ini telah didatangi in dang ronggeng. Hingga akhirnya, Sakarya memberi tahu hal tersebut kepada dukun kampung disana, yakni Kartareja dan istrinya yang sudah ahli mengurus ronggeng. Mereka meyakini bahwa memang indang ronggeng telah ada dalam si kecil Srintil. Dan cerita tentang ronggeng Srintil pun dimulai dari sana. Dukuh Paruk yang dikenal sebagai pedukuhan kecil dan miskin selama bertahun-tahun kembali bergeliat untuk menampilkan pesona bahwa ronggeng yang mereka tunggu selama 12 tahun lamanya kembali datang, hal tersebut membuat pedukuhan lain bertanya-tanya.
Sejak Srintil dikenal sebagai seorang ronggeng di Dukuh Paruk, hanya Rasus yang tidak suka dengan hal tersebut. Ia tak ingin teman kecilnya dimiliki oleh banyak orang, ia hanya ingin kembali bermain dengan Srintil yang dulu. Hingga kemuakan itu muncul dari berbagai ritual untuk menjadi seorang ronggeng, yakni salah satunya dengan buka kelambu, yakni proses melepaskan keperawanan seorang Srintil. Rasus sangat tidak menyukai hal tersebut. Sampai akhirnya setelah bertahun-tahun lamanya Srintil dikenal sebagai ronggeng ke berbagai daerah, Rasus memilih untuk keluar dari Dukuh Paruk dan menjalani hidup di luar. Ia pun akhirnya berhasil menjadi salah satu tentara dengan berbagai perjuangan yang ia dasari dari dendam pada Dukuh Paruk yang merenggut Srintil dari dirinya.
Dukuh Paruk yang terus bersolek diri dengan kecantikan Srintil yang semakin menjadi-jadi, namun kebodohan masih menjadi teman sejati bagi pedukuhan dibalik bukit itu. Mereka dapat dimanfaatkan oleh para rengrengan komunis untuk menjadi banteng bagi mereka dengan berbagai propaganda dan ajakan-ajakan yang memikat. Hingga satu persatu dari mereka mulai mengikuti partai tersebut, meski dengan ketidaktahuan mereka tentang apa yang mereka ikuti itu. Hal itu pun dilakukan oleh Srintil dan rombongannya. Mereka diberi berbagai peralatan pentas ronggeng oleh para petinggi komunis disana, hingga satu persatu rasa balas budi hadir diantara mereka untuk membalas jasa yang telah diberi kepada mereka. Seringkali Srintil meronggeng di pedukuhan-pedukuhan lain untuk memenuhi undangan dari partai komunis tersebut. Hingga akhirnya, sejarah kelam pada tahun 1965 pun terjadi dan tak terelakan hal itu dirasakan oleh Dukuh Paruk. Saat itu pedukuhan tersebut dikenal sebagai basis komunisme yang besar, hal itu menjadikan pedukuhan tersebut diserang oleh para tentara dan berbagai basis masyarakat lainnya. Akhirnya setiap rumah di pedukuhan itu dibakar habis, dan masyarakat di dalamnya diseret menuju penjara, tak terkecuali Srintil pun dibawa.
Maka setelah pergolakan 1965 tersebut, kisah Rasus dan Srintil pun semakin hangat dalam buku. Rasus selalu mencari srintil ke berbagai tempat penjara, karena didasari karena ia telah damai dengan Dukuh Paruk yang telah merenggut teman kecilnya tersebut, dan juga atas kecintaan ia terhadap tanah airnya. Perlu perjuangan dan perjalanan panjang untuk Rasus menemukan kembali Srintil. Namun pada akhirnya dua sahabat kecil itu dapat dipertemukan kembali dengan keadaan Srintil yang gangguan jiwa. Hal itu membuat Rasus membenci Dukuh Paruk lebih kejam lagi, namun ia sadari bahwa dengan membenci pedukuhan kecil, melarat, dan bodoh itu tak akan mengubah apa-apa pada diri Srintil.
Buku Ronggeng Dukuh Paruk ini, meskipun tidak menggambarkan banyak sejarah kelam negeri ini, namun kita dapat melihat bagaimana gentingnya tahun 1965. Dan Ahmad Tohari berhasil menuliskan salah satu pedukuhan kecil itu dengan sangat apik. Meskipun karya ini pernah diberhentikan peredarannya, namun tetap saja hingga saat ini buku karya Ahmad Tohari ini menjadi salah satu primadona karya sastra Indonesia yang melegenda dan memberi makna besar bagi para pembaca.
Anggota April 10, 2022 Admin Bandung IndonesiaUlasan: Ronggeng Dukuh Paruk - Ahmad Tohari
Buku fenomenal karya Ahmad Tohari ini sangat fenomenal dari zaman ke zaman, meskipun pada masa orde baru buku ini menjadi salah satu buku yang dilarang untuk tersebar, karena konten di dalamnya yang menyinggung hal-hal yang berbau komunis. Masa orde baru memang masa yang paling keras dalam melawan komunisme. Buku Ronggeng Dukuh Paruk merupakan penyatuan trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dinihari, dan Jantera Bianglala, dengan memasukkan kembali bagian-bagian yang tersensor selama 22 tahun lamanya. Ahmad Tohari berhasil menceritakan Dukuh Paruk menjadi pedukuhan yang kecil, miskin, terpencil, dan bersahaja bagi masyarakatnya. Jika saya ada di Banyumas saat membaca buku itu, mungkin saya akan merasakan dengan betul bagaimana Dukuh Paruk ini tenang dan bersahaja di balik bukit dan pesawahan di pinggir-pinggirnya.
Buku Ronggeng Dukuh paruk menceritakan tentang kisah masa kecil sampai dewasanya seorang ronggeng yang bernama Srintil. Dukuh Paruk terkenal sebagai pedukuhan yang didalamnya terdapat ronggeng, namun pada waktu itu ronggeng yang pertama telah meninggal dan hampir 12 tahun lamanya Dukuh Paruk menjadi pedukuhan yang sepi dan tak berkembang. Sehingga perlu menunggu selama itu untuk menemukan ronggeng baru, yakni Srintil. Seorang anak kecil cantik dan luwes ini sedari kecil memang senang dengan menari, bahkan oleh teman-teman masa kecilnya seringkali menjadi guyonan.
Sejarah Dukuh Paruk adalah sejarah kelam tentang kebodohan dan kemiskinan, waktu itu hampir seluruh masyarakat Dukuh Paruk banyak yang meninggal karena memakan tempe bongkrek. Salah satunya adalah orang tua Srintil, mereka keracunan oleh tempe bongkrek yang mereka buat sendiri . Hal itu yang menyebabkan cerita kelam Dukuh Paruk selalu dihindari oleh masyarakatnya sendiri,karena di pedukuhan itu terdapat makam yang meraka agung-agungkan sebagai pusat alasan dari segala hal yang terjadi di sana, yakni makam Ki Secamanggala.
Srintil yang mulai suka menari sejak kecil, sudah diamati oleh kakeknya, Sakarya, bahwa cucu perempuannya ini telah didatangi in dang ronggeng. Hingga akhirnya, Sakarya memberi tahu hal tersebut kepada dukun kampung disana, yakni Kartareja dan istrinya yang sudah ahli mengurus ronggeng. Mereka meyakini bahwa memang indang ronggeng telah ada dalam si kecil Srintil. Dan cerita tentang ronggeng Srintil pun dimulai dari sana. Dukuh Paruk yang dikenal sebagai pedukuhan kecil dan miskin selama bertahun-tahun kembali bergeliat untuk menampilkan pesona bahwa ronggeng yang mereka tunggu selama 12 tahun lamanya kembali datang, hal tersebut membuat pedukuhan lain bertanya-tanya.
Sejak Srintil dikenal sebagai seorang ronggeng di Dukuh Paruk, hanya Rasus yang tidak suka dengan hal tersebut. Ia tak ingin teman kecilnya dimiliki oleh banyak orang, ia hanya ingin kembali bermain dengan Srintil yang dulu. Hingga kemuakan itu muncul dari berbagai ritual untuk menjadi seorang ronggeng, yakni salah satunya dengan buka kelambu, yakni proses melepaskan keperawanan seorang Srintil. Rasus sangat tidak menyukai hal tersebut. Sampai akhirnya setelah bertahun-tahun lamanya Srintil dikenal sebagai ronggeng ke berbagai daerah, Rasus memilih untuk keluar dari Dukuh Paruk dan menjalani hidup di luar. Ia pun akhirnya berhasil menjadi salah satu tentara dengan berbagai perjuangan yang ia dasari dari dendam pada Dukuh Paruk yang merenggut Srintil dari dirinya.
Dukuh Paruk yang terus bersolek diri dengan kecantikan Srintil yang semakin menjadi-jadi, namun kebodohan masih menjadi teman sejati bagi pedukuhan dibalik bukit itu. Mereka dapat dimanfaatkan oleh para rengrengan komunis untuk menjadi banteng bagi mereka dengan berbagai propaganda dan ajakan-ajakan yang memikat. Hingga satu persatu dari mereka mulai mengikuti partai tersebut, meski dengan ketidaktahuan mereka tentang apa yang mereka ikuti itu. Hal itu pun dilakukan oleh Srintil dan rombongannya. Mereka diberi berbagai peralatan pentas ronggeng oleh para petinggi komunis disana, hingga satu persatu rasa balas budi hadir diantara mereka untuk membalas jasa yang telah diberi kepada mereka. Seringkali Srintil meronggeng di pedukuhan-pedukuhan lain untuk memenuhi undangan dari partai komunis tersebut. Hingga akhirnya, sejarah kelam pada tahun 1965 pun terjadi dan tak terelakan hal itu dirasakan oleh Dukuh Paruk. Saat itu pedukuhan tersebut dikenal sebagai basis komunisme yang besar, hal itu menjadikan pedukuhan tersebut diserang oleh para tentara dan berbagai basis masyarakat lainnya. Akhirnya setiap rumah di pedukuhan itu dibakar habis, dan masyarakat di dalamnya diseret menuju penjara, tak terkecuali Srintil pun dibawa.
Maka setelah pergolakan 1965 tersebut, kisah Rasus dan Srintil pun semakin hangat dalam buku. Rasus selalu mencari srintil ke berbagai tempat penjara, karena didasari karena ia telah damai dengan Dukuh Paruk yang telah merenggut teman kecilnya tersebut, dan juga atas kecintaan ia terhadap tanah airnya. Perlu perjuangan dan perjalanan panjang untuk Rasus menemukan kembali Srintil. Namun pada akhirnya dua sahabat kecil itu dapat dipertemukan kembali dengan keadaan Srintil yang gangguan jiwa. Hal itu membuat Rasus membenci Dukuh Paruk lebih kejam lagi, namun ia sadari bahwa dengan membenci pedukuhan kecil, melarat, dan bodoh itu tak akan mengubah apa-apa pada diri Srintil.
Buku Ronggeng Dukuh Paruk ini, meskipun tidak menggambarkan banyak sejarah kelam negeri ini, namun kita dapat melihat bagaimana gentingnya tahun 1965. Dan Ahmad Tohari berhasil menuliskan salah satu pedukuhan kecil itu dengan sangat apik. Meskipun karya ini pernah diberhentikan peredarannya, namun tetap saja hingga saat ini buku karya Ahmad Tohari ini menjadi salah satu primadona karya sastra Indonesia yang melegenda dan memberi makna besar bagi para pembaca.
Apa itu Forum Lilin Malam?
Hubungan antara karya sastra dan lingkungan dapat ditinjau melalui kacamata ekokritik. Teori ini meyakini bahwa kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini adalah hasil dari sikap antroposentris manusia terhadap alam yang dieksploitasi atas nama keberlangsungan kehidupan.
Pom
Poko merupakan film dari Studio Ghibli yang kental dengan isu lingkungan, di
rilis pada 1994, Isao Takahata berusaha mengkritik pembangunan masif yang
terjadi di Jepang pada tahun 1960an.
Kritik-kritik
terhadap degradasi lingkungan ini disampaikan oleh Tanuki melalui perubahan
wujudnya menjadi berbagai macam objek, mereka bisa berubah menjadi manusia,
jadi patung bahkan jadi mahluk menegerikan sekalipun. Dalam penyampaian
kritiknya Takuni terbelah menjadi dua pihak dengan dua cara yang berbeda,
melukai manusia dan yang satu lagi hanya menakut-nakutinya.
Gonta yang murka muncul sebagai pelopor kekerasan terhadap manusia, ia sudah
tak tahan lagi dengan keserakahan manusia, ia muncul langsung untuk mencelakai
manusia dengan perubahan wujudnya menjadi beberapa hal seperti pohon tumbang
dan jembatan runtuh. Ada juga kalanya ketika mereka melancarkan operasi
kekerasan melawan polisi dan warga dengan bertarung melawan mereka menggunakan
‘biji’ raksasa mereka.
Namun semua itu gagal, Gonta dan pasukannya tewas dalam operasi kekerasan, para
Tanuki yang tak bisa berubah wujud sebagian sudah hengkang ke surga dengan
kapal ajaib. Yang tersisa melakukan pesan terakhir dengan muncul ke awak media
serta dan juga memberikan ilusi alam di perumahan Tama.
|
|||||
Proyek pembangunan itu tak pernah terhentikan, upaya kritik dan protes para
Tanuki tidak membuahkan hasil; manusia dengan segala keangkuhannya mengabaikan
lingkungan serta juga gejala alam lewat Tanuki dengan segala ilusinya.
Pada akhirnya Tanuki harus kalah, tenggelam pada permainan manusia; mereka bertahan hidup dengan berubah sebagai manusia— kehilangan identitas, menyedihkan. sementara yang tak bisa berubah wujud hidup di pinggiran kota dan di taman hasil penyampaian pesan pada media.
Ekokritik Antroposentris yang direpresentasikan dalam film Pom Poko berupa degradasi lingkungan akibat pembangunan pemukiman di Kawasan alam—gunung, sawah, hutan, sungai yang menyebabkan gunung habis, hutan gundul, polusi, tanah longsor, ancaman terhadap hewan dan lain sebagainya yang diakibatkan sikap antroposentris manusia. Hal ini sekiranya membawa pesan bagi kita untuk tak lupa dengan alam— dengan apa yang seharusnya kita jaga sebelum alam itu sendiri menyudahi peradaban kita.
Ulasan: Mengulas Pom Poko (1994) Melalui Pandangan Ekokritik
Hubungan antara karya sastra dan lingkungan dapat ditinjau melalui kacamata ekokritik. Teori ini meyakini bahwa kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini adalah hasil dari sikap antroposentris manusia terhadap alam yang dieksploitasi atas nama keberlangsungan kehidupan.
Pom
Poko merupakan film dari Studio Ghibli yang kental dengan isu lingkungan, di
rilis pada 1994, Isao Takahata berusaha mengkritik pembangunan masif yang
terjadi di Jepang pada tahun 1960an.
Kritik-kritik
terhadap degradasi lingkungan ini disampaikan oleh Tanuki melalui perubahan
wujudnya menjadi berbagai macam objek, mereka bisa berubah menjadi manusia,
jadi patung bahkan jadi mahluk menegerikan sekalipun. Dalam penyampaian
kritiknya Takuni terbelah menjadi dua pihak dengan dua cara yang berbeda,
melukai manusia dan yang satu lagi hanya menakut-nakutinya.
Gonta yang murka muncul sebagai pelopor kekerasan terhadap manusia, ia sudah
tak tahan lagi dengan keserakahan manusia, ia muncul langsung untuk mencelakai
manusia dengan perubahan wujudnya menjadi beberapa hal seperti pohon tumbang
dan jembatan runtuh. Ada juga kalanya ketika mereka melancarkan operasi
kekerasan melawan polisi dan warga dengan bertarung melawan mereka menggunakan
‘biji’ raksasa mereka.
Namun semua itu gagal, Gonta dan pasukannya tewas dalam operasi kekerasan, para
Tanuki yang tak bisa berubah wujud sebagian sudah hengkang ke surga dengan
kapal ajaib. Yang tersisa melakukan pesan terakhir dengan muncul ke awak media
serta dan juga memberikan ilusi alam di perumahan Tama.
|
|||||
Proyek pembangunan itu tak pernah terhentikan, upaya kritik dan protes para
Tanuki tidak membuahkan hasil; manusia dengan segala keangkuhannya mengabaikan
lingkungan serta juga gejala alam lewat Tanuki dengan segala ilusinya.
Pada akhirnya Tanuki harus kalah, tenggelam pada permainan manusia; mereka bertahan hidup dengan berubah sebagai manusia— kehilangan identitas, menyedihkan. sementara yang tak bisa berubah wujud hidup di pinggiran kota dan di taman hasil penyampaian pesan pada media.
Ekokritik Antroposentris yang direpresentasikan dalam film Pom Poko berupa degradasi lingkungan akibat pembangunan pemukiman di Kawasan alam—gunung, sawah, hutan, sungai yang menyebabkan gunung habis, hutan gundul, polusi, tanah longsor, ancaman terhadap hewan dan lain sebagainya yang diakibatkan sikap antroposentris manusia. Hal ini sekiranya membawa pesan bagi kita untuk tak lupa dengan alam— dengan apa yang seharusnya kita jaga sebelum alam itu sendiri menyudahi peradaban kita.
Tiga kata diatas berhasil menggambarkan film garapan Wes Anderson ini. Film ini mengambil kisah dua anak SMP yaitu Sam dan Suzy, mereka memiliki latar belakang yang berbeda, Sam seorang anak yatim yang selalu dibully bahkan disebut anak bermasalah dilingkungannya, ia ingin memiliki keluarga layaknya orang lain dan ingin memiliki rumah untuk pulang. Sedangkan Suzy seorang anak broken home yang menutup dirinya dari orang lain, ia benci terhadap semua anggota keluarganya karena mereka menganggap Suzy adalah seorang anak yang bermasalah, ia pun berharap ia tidak memiliki rumah karena dia merasa tidak kuat melihat wajah orang tuanya ketika mereka sedang bertengkar. Namun mereka memiliki satu kesamaan yaitu mereka sama-sama tidak memiliki teman dan dari kesamaan itulah mereka menjadi sahabat pena dan berencana melarikan diri agar mereka bisa hidup bersama. Lalu apa mereka berhasil dengan rencana mereka?
Berbeda dari film anak sekolahan yang sering kita lihat, film ini menunjukkan cinta yang murni dan vulgar, walaupun para tokoh masih berusia 12 tahun dan film ini pun menuai kontroversi sebagai biang “pedofilia” serta tidak cocok untuk anak-anak tapi dibalik itu semua, ya seperti yang digambarkan film inilah bagaimana cinta anak SMP. Pengen kemana-mana bareng, berbagi kisah berdua, bahkan kissing dan cuddling untuk menunjukkan afeksi walau disini mereka berdua bener-bener kaya anak SMP yang polos dengan dunia tersebut dan jujur aja kita semua pasti melewati fase bego seperti mereka, walau ada yang telat atau terlalu awal. Vulgarnya film inipun menjadi senjata mengapa film ini memiliki cerita yang kuat dan bagaimana film ini bisa mengafeksi penonton dengan perasaan nostalgic ketika menontonnya. Suzy dan Sam dua tokoh yang saling kontras inipun diceritakan layaknya sebuah buku, diawal kita hanya melihat bagaimana orang lain melihat dua tokoh ini, lalu secara perlahan cerita mulai membuka lembaran demi lembaran hidup mereka dan menceritakan bagaimana mereka bisa bertemu. Lalu apa film ini menggambarkan bagaimana lingkungan hidup bisa mempengaruhi anak? Iya banget, contoh besarnya adalah Suzy, anak yang hidup di keluarga broken home dan sangat otoriter membuat Suzy menjadi anak yang violent dan rebel, bahkan ia tak segan menusuk orang lain dengan menggunakan gunting, tiap tokoh disini memiliki hubungan yang erat dengan lingkungannya bahkan teman Sam yang ada di perkemahan yang menjadi tokoh minor memiliki watak sebagai anak yang belum merdeka dan butuh pemimpin untuk bergerak, sebab mereka selalu dipimpin oleh seseorang yang memiliki image kuat sehingga mereka tidak bisa mengutarakan ide maupun perasaan mereka.
Untuk visual jangan ditanya lagi, POKOKNYA GAK SIMETRIS DAN WARNANYA GAK CERAH ITU BUKAN WES ANDERSON. Seperti biasanya Wes memiliki cara yang unik untuk mengambil gambar, harus simetris dan memiliki tone yang cerah, Wes tidak menghilangkan estetika dalam tiap gambar yang diambilnya contohnya ketika ia melakukan zoom ke surat yang ditulis oleh Sam dan Suzy, ia tetap memberikan vibran warna yang cerah ditiap gambar tersebut. Wes Anderson juga sering memasukan beberapa slapstick comedy di beberapa scene. Namun karena perbedaan budaya aku sering bengong liat beberapa scene komedi. Bagiku pemilihan musik sangat cocok dengan tiap scene yang diiringinya, contohnya saja ketika Sam dan Suzy akan terjun dari gereja dan background diiringi musik haleluya serta bel gereja saat mereka berpelukan layaknya sebuah momen yang diberkahi oleh tuhan sendiri, some religious revelation thing right there, love can exist even in children.
Secara keseluruhan aku suka film ini karena bisa menggambarkan cinta
sekolahan dengan jalan cerita dan latar yang sedikit berbeda dari film romansa sekolah
lainnya. Selain itu film ini memiliki gambar yang sangat E S T E T I K dan S I
M E T R I S untuk dijadikan wallpaper baik Desktop maupun HP dan untuk semua
itu aku kasih skor 4/5 untuk film ini. God Bless Wes Anderson dan segala sesuatu yang simetris.
TLDR judul di atas
This is truly a very bias review and i don’t care.
Ulasan ini ditulis tahun 2020 oleh seorang pengangguran bernama Lutfi Fachrulrozi, ulasannya kadang serius, kadang bikin pusing, kadang cringe.
Anggota April 08, 2021 Admin Bandung IndonesiaUlasan film: Moonrise Kingdom (2012): Unik, Vulgar dan Nostalgia
Tiga kata diatas berhasil menggambarkan film garapan Wes Anderson ini. Film ini mengambil kisah dua anak SMP yaitu Sam dan Suzy, mereka memiliki latar belakang yang berbeda, Sam seorang anak yatim yang selalu dibully bahkan disebut anak bermasalah dilingkungannya, ia ingin memiliki keluarga layaknya orang lain dan ingin memiliki rumah untuk pulang. Sedangkan Suzy seorang anak broken home yang menutup dirinya dari orang lain, ia benci terhadap semua anggota keluarganya karena mereka menganggap Suzy adalah seorang anak yang bermasalah, ia pun berharap ia tidak memiliki rumah karena dia merasa tidak kuat melihat wajah orang tuanya ketika mereka sedang bertengkar. Namun mereka memiliki satu kesamaan yaitu mereka sama-sama tidak memiliki teman dan dari kesamaan itulah mereka menjadi sahabat pena dan berencana melarikan diri agar mereka bisa hidup bersama. Lalu apa mereka berhasil dengan rencana mereka?
Berbeda dari film anak sekolahan yang sering kita lihat, film ini menunjukkan cinta yang murni dan vulgar, walaupun para tokoh masih berusia 12 tahun dan film ini pun menuai kontroversi sebagai biang “pedofilia” serta tidak cocok untuk anak-anak tapi dibalik itu semua, ya seperti yang digambarkan film inilah bagaimana cinta anak SMP. Pengen kemana-mana bareng, berbagi kisah berdua, bahkan kissing dan cuddling untuk menunjukkan afeksi walau disini mereka berdua bener-bener kaya anak SMP yang polos dengan dunia tersebut dan jujur aja kita semua pasti melewati fase bego seperti mereka, walau ada yang telat atau terlalu awal. Vulgarnya film inipun menjadi senjata mengapa film ini memiliki cerita yang kuat dan bagaimana film ini bisa mengafeksi penonton dengan perasaan nostalgic ketika menontonnya. Suzy dan Sam dua tokoh yang saling kontras inipun diceritakan layaknya sebuah buku, diawal kita hanya melihat bagaimana orang lain melihat dua tokoh ini, lalu secara perlahan cerita mulai membuka lembaran demi lembaran hidup mereka dan menceritakan bagaimana mereka bisa bertemu. Lalu apa film ini menggambarkan bagaimana lingkungan hidup bisa mempengaruhi anak? Iya banget, contoh besarnya adalah Suzy, anak yang hidup di keluarga broken home dan sangat otoriter membuat Suzy menjadi anak yang violent dan rebel, bahkan ia tak segan menusuk orang lain dengan menggunakan gunting, tiap tokoh disini memiliki hubungan yang erat dengan lingkungannya bahkan teman Sam yang ada di perkemahan yang menjadi tokoh minor memiliki watak sebagai anak yang belum merdeka dan butuh pemimpin untuk bergerak, sebab mereka selalu dipimpin oleh seseorang yang memiliki image kuat sehingga mereka tidak bisa mengutarakan ide maupun perasaan mereka.
Untuk visual jangan ditanya lagi, POKOKNYA GAK SIMETRIS DAN WARNANYA GAK CERAH ITU BUKAN WES ANDERSON. Seperti biasanya Wes memiliki cara yang unik untuk mengambil gambar, harus simetris dan memiliki tone yang cerah, Wes tidak menghilangkan estetika dalam tiap gambar yang diambilnya contohnya ketika ia melakukan zoom ke surat yang ditulis oleh Sam dan Suzy, ia tetap memberikan vibran warna yang cerah ditiap gambar tersebut. Wes Anderson juga sering memasukan beberapa slapstick comedy di beberapa scene. Namun karena perbedaan budaya aku sering bengong liat beberapa scene komedi. Bagiku pemilihan musik sangat cocok dengan tiap scene yang diiringinya, contohnya saja ketika Sam dan Suzy akan terjun dari gereja dan background diiringi musik haleluya serta bel gereja saat mereka berpelukan layaknya sebuah momen yang diberkahi oleh tuhan sendiri, some religious revelation thing right there, love can exist even in children.
Secara keseluruhan aku suka film ini karena bisa menggambarkan cinta
sekolahan dengan jalan cerita dan latar yang sedikit berbeda dari film romansa sekolah
lainnya. Selain itu film ini memiliki gambar yang sangat E S T E T I K dan S I
M E T R I S untuk dijadikan wallpaper baik Desktop maupun HP dan untuk semua
itu aku kasih skor 4/5 untuk film ini. God Bless Wes Anderson dan segala sesuatu yang simetris.
TLDR judul di atas
This is truly a very bias review and i don’t care.
Ulasan ini ditulis tahun 2020 oleh seorang pengangguran bernama Lutfi Fachrulrozi, ulasannya kadang serius, kadang bikin pusing, kadang cringe.
Unduh Zine Kromatikata #1
FLM April 04, 2019 Admin Bandung Indonesia
FLM Januari 17, 2019 Admin Bandung Indonesia
Unduh Zine Pastoral#2
Untuk merayakan Hari Sumpah Pemuda yang mengaku berbahasa satu, bahasa cinta. Kalian dapat mengunduh zine Pastoral edisi pertama secara cuma-cuma di Pastoral#1. FLM November 16, 2018 Admin Bandung Indonesia
Unduh Zine Pastoral#1
Untuk merayakan Hari Sumpah Pemuda yang mengaku berbahasa satu, bahasa cinta. Kalian dapat mengunduh zine Pastoral edisi pertama secara cuma-cuma di Pastoral#1.